Gara-gara nongkrong bersama teman band lama yang sudah gak ketemu sekitar 7-9 tahun yang lalu, yang alhamdulillah semua temen nongkrong ini sudah pada menemukan & menempuh perjalanan spiritualnya masing-masing. Dan tibalah pertanyaan yang dilontarkan kepada saya, tentang mulai darimana perjalanan spiritual saya dimulai!.

Happy Reading yah!
Saya pernah diajak sholat oleh seorang guru SD swasta di daerah Parung, Kabupaten Bogor. Awalnya, saya datang untuk presentasi desain web di sekolahnya. Saat masuk waktu Maghrib, beliau mengajak saya sholat berjamaah.
Saya menolak secara halus, “Saya belum mandi, Pak.”, harap maklum ya pembacaaaa, saya waktu itu masih belum sadar tentang menjalankan sholat.
Tapi beliau malah tersenyum sambil menyodorkan handuk dan berkata, “Mandi dulu, yuk. Biar bisa sholat bareng.”
Ya gimana lagi, malah ambilin saya handuk dan diminta untuk mandi, padahal belum mandi itu alasan biar saya gak diajak sholat aja, hahahaha. Ya sudahlah mandi!.
Akhirnya saya ikut juga. Dan ternyata, bukan hanya sholat yang saya dapat malam itu.
Selesai sholat, beliau bertanya,
“Kenapa tidak sholat, Mas? Sementara alam semesta saja sholat.”
Saya langsung kaget dan mikir: maksudnya? gimana sih? masa iya alam sholat? gak masuk akal kan?
Beliau menjelaskan: semua yang berputar, itu sebenarnya sedang bersujud. Karena sujud adalah bentuk tunduk dan taat. Dan semua makhluk yang tunduk pada hukum alam pasti berputar, seperti bulan mengitari bumi, lalu matahari juga punya garis edar, bintang bahkan galaksi pun juga berputar, artinya semua yang berputar atau berotasi itu sedang bersujud pada Tuhan.
“Bahkan atom pun berputar. Semuanya Bersujud Mas, semuanya Sholat!.”
“Yang tidak sholat adalah yang sudah mati. Atau keluar dari orbit. Coba mas cari benda di langit sudah gak berputar?.”
Beliau melontarkan pertanyaan itu yang ternyata memang saya bego gak bisa-bisa jawab, ahahhaha, ternyata jawabannya adalah “METEOR”
“Meteor itu simbol manusia yang keluar dari orbitnya. Tidak lagi berputar. Melaju tak tentu arah, menabrak ke mana-mana, terbakar, lalu habis.”
Di situ saya mulai diam. Mulai merenung. Dan ngerasa otak di kepala ini rasanya kebelah dan feel do blowing gitu dah!, Lhah iya kan kaya saya yang lagi gak jelas seperti meteor nubruk apa aja gajelas!
Lalu balik lagi tanya “Lalu gimana caranya pak Guru itu bumi, bulan, bintang atau atom bisa sujud, kan gak punya tangan, jidat, kaki atau lutut untuk sujud? gak masuk akal kan?
“Nah, jawabannya disini mas, di koordinatkan dalam gerakan sholat! Mas tahu tidak, kenapa sholat itu identik dengan putaran?”
Saya hanya bisa terdiam.
Beliau menjelaskan:
- Rukuk itu sudutnya 90°
- Dalam satu rakaat, ada dua kali rukuk (rukuk dan i’tidal) = 180°
- Maka dua rakaat = 360°
Satu lingkaran. Satu orbit. Satu putaran sempurna.
Sholat ternyata bukan sekadar gerakan fisik, tetapi simbol keterhubungan manusia dengan orbit spiritualnya.
Makanya, saat jenazah disholatkan, tidak ada sujud. Karena dia sudah tidak berputar, jantung sudah stop pompa darah yang gak lagi berputar / bersirkulasi. Sudah selesai rotasinya.
Dan yang paling membuat saya berpikir…
Pak guru meminta saya membuka Surah ke-17, Al-Isra’ — tentang Isra Mi’raj, peristiwa ketika Rasulullah menerima perintah sholat.
“Kenapa surat ini berada di urutan ke-17? Kebetulan? Padahal jumlah rakaat sholat dalam sehari juga 17.”
Lalu saya melihat jumlah ayatnya: 111 ayat.
“Itu jumlah total gerakan sholat dari Subuh sampai Isya. Dari takbir sampai salam.”
Saya diam.
Kebetulan? Mungkin.
Tapi kalau terlalu banyak kebetulan… bisa jadi itu petunjuk bagi saya untuk tak lagi berlogika tentang sebuah risalah yang telah di sampaikan 14 abad yang lalu, dan membawa pesan sains di masa depan? lalu bagaimana ini di ingkari? sementara yang saya kira sastra ternyata terjawab dengan teknis dan matematis.

Tambahan yang mengguncang:
Sebelum saya pulang, pak guru memberi satu contoh lagi. Katanya:
“Selain sholat jenazah, ada satu sholat yang juga sangat unik, yaitu : sholat gerhana.”
Rasulullah melaksanakan sholat gerhana (khusuf atau kusuf) dengan dua kali rukuk dalam satu rakaat.
Al-Fatihah → surat pendek → rukuk → bangun → Al-Fatihah lagi → surat lagi → rukuk kedua → baru sujud.
Lalu beliau bertanya,
“Kenapa sholat gerhana rukuknya dua kali? Kalau cuma ikut tanpa berpikir, ya kita nggak akan tahu maknanya.”
Beliau menjelaskan:
Dua kali rukuk = 2 × 90° = 180°
Dan itu adalah sudut lurus.
Gerhana hanya bisa terjadi jika posisi bumi, bulan, dan matahari sejajar dalam satu garis lurus 180°.
Kalau nggak lurus, nggak ada gerhana.
“Jadi, bagaimana Rasulullah bisa tahu bentuk sholatnya harus seperti itu? Padahal 14 abad lalu belum ada alat astronomi.”
Setiap org mengalami perjalanan spiritual menuju kesadaran diri memang berbeda-beda…. Walaupun berbeda cara dan skenarionya… Tetap memiliki tujuan yg sama… Menyadari adanya kasih sayang yg tiada henti dan tanpa pamrih dari sang MAHA MEMILIKI & MAHA MELIPUTI