Angka Malaikat, Logika Mistik & Psikologi Biasa Aja

}
07 - 12 - 25
Beberapa tahun belakangan ini, kira-kira sejak pandemi dimulai, saya mulai menyadari satu hal kecil yang terus berulang dalam hidup saya: yaitu angka ganda. Angka-angka digital…

Beberapa tahun belakangan ini, kira-kira sejak pandemi dimulai, saya mulai menyadari satu hal kecil yang terus berulang dalam hidup saya: yaitu angka ganda.

Angka-angka digital seperti 11:11, 01:01, atau 15:15 entah mengapa, saya sering sekali melihat pola-pola ini. Hampir setiap kali melirik jam, lihat odometer kendaraan, kilometer kendaraan, jam di kendaraan, dll, selalu saja ada angka yang simetris, kembar, atau “terlalu pas” untuk disebut kebetulan. Awalnya saya anggap sepele. Lama-lama muncul rasa ingin tahu.

Seorang teman menyebutnya angel number, angka-angka yang diyakini sebagai tanda dari semesta, pesan dari malaikat, atau sinyal dari dimensi spiritual lain.

Menarik memang, tapi secara pribadi, saya lebih suka melihatnya sebagai bagian dari fenomena psikologis yang disebut frekuensi atensi. Ketika kita mulai menyadari atau memikirkan sesuatu, otak kita menjadi lebih peka terhadap kemunculannya. Yang tadinya luput, kini terasa menonjol. Bukan angka itu yang mencari saya, tapi saya yang mulai siap melihat mereka.

Suatu malam, saya menceritakan hal ini kepada anak saya, tentang angka ganda, kembar, angel number, atau kebetulan yang ter-sistemasi tanpa sadar. Bukan dengan niat menggurui atau memberi nasihat. Hanya berbagi cerita saja.

Saya bilang, “Menurut saya ini bukan hal mistis, hanya soal bagaimana otak kita mulai mengenali pola tertentu yang sebelumnya kita anggap biasa.”

Saya pikir cerita itu akan menguap begitu saja.

Namun, sekitar dua atau tiga bulan kemudian, anak saya datang dengan penuh semangat:

“Bah!, sekarang aku juga sering lihat angka kembar! Nih, aku simpan screenshot-nya…”

Saya terdiam. Kaget, tapi juga hangat, tapi jadi nyengir juga lantaran itu berasa jadi nular gitu. Cerita sederhana yang saya sampaikan ternyata menancap di bawah alam sadar anak saya. Tidak dengan paksaan, tidak dengan dogma. Hanya lewat kehadiran dan percakapan ringan, satu benih kesadaran tumbuh di dalam dirinya.

Anak saya mulai lebih peka. Bukan hanya pada angka, tapi pada momen. Pada peristiwa kecil yang terasa memiliki makna. Dia tidak menjadi mistis, tapi menjadi sadar. Itu jauh lebih penting.

Dan saat itu saya sadar akan satu hal:

Kadang, hubungan terdalam antara orang tua dan anak tidak dibangun dari nasihat besar, tapi dari energi batin yang ditularkan lewat cerita-cerita kecil yang jujur. Bahkan angka-angka digital di layar ponsel bisa menjadi jembatan tak terlihat antara dua jiwa yang saling membuka.

Saya percaya, spiritualitas bukanlah soal simbol besar yang megah, tapi kepekaan terhadap hal-hal kecil yang sering kita anggap remeh. Dan jika angka-angka ganda itu bisa menjadi pintu untuk mengajak anak saya lebih sadar, lebih hadir dalam hidupnya, maka saya menerimanya dengan syukur.

Mungkin bukan angkanya yang penting.

Mungkin yang penting adalah: kita hadir, kita sadar, dan kita terhubung.

Wallahualam Bisowab ^_^

Recent Posts

Jangan Sebut Minggu! Tapi Ahad!

Jangan Sebut Minggu! Tapi Ahad!

Beberapa waktu lalu, di tengah obrolan kopi sore yang biasa-biasa aja, seorang teman nanya dengan nada bercanda, “Bro, kenapa sih lo selalu bilang Ahad, bukan Minggu? Trus bilang sepekan, bukannya seminggu kayak orang normal?” Saya cuma senyum waktu itu. Nggak...

Bersujud Bersama Semesta: Orbit, Tuhan & Kode Kosmik

Bersujud Bersama Semesta: Orbit, Tuhan & Kode Kosmik

Gara-gara nongkrong bersama teman band lama yang sudah gak ketemu sekitar 7-9 tahun yang lalu, yang alhamdulillah semua temen nongkrong ini sudah pada menemukan & menempuh perjalanan spiritualnya masing-masing. Dan tibalah pertanyaan yang dilontarkan kepada saya,...

The Way of Life itu Sederhana!

The Way of Life itu Sederhana!

Belajar Agama: Kenapa Justru Jadi Kaku? Belakangan ini saya sering nemuin fenomena yang cukup mengganggu di sekitar saya — banyak orang yang lagi giat belajar agama, tapi kok justru makin kaku, makin mudah menghakimi, dan terasa makin jauh dari rasa bijak. Saya lihat...

Share Your

Comments

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *