Jangan Sebut Minggu! Tapi Ahad!

}
06 - 29 - 25
Beberapa waktu lalu, di tengah obrolan kopi sore yang biasa-biasa aja, seorang teman nanya dengan nada bercanda, “Bro, kenapa sih lo selalu bilang Ahad, bukan…

Beberapa waktu lalu, di tengah obrolan kopi sore yang biasa-biasa aja, seorang teman nanya dengan nada bercanda,

“Bro, kenapa sih lo selalu bilang Ahad, bukan Minggu? Trus bilang sepekan, bukannya seminggu kayak orang normal?”

Saya cuma senyum waktu itu. Nggak langsung jawab. Karena jujur, jawaban yang mau saya kasih nggak bisa dikasih dalam satu tegukan kopi atau tawa receh di antara obrolan bola.

Buat sebagian orang, mungkin itu cuma soal gaya bahasa. Tapi buat saya, itu soal kesadaran. Soal pilihan untuk tetap menggenggam makna yang nyaris hilang pelan, diam-diam, tapi disengaja.

Saya nggak lagi sok-sokan “islami” atau pengen beda. Saya cuma sedang menolak lupa: bahwa sebelum kata Minggu hadir lewat lidah-lidah misionaris dan kolonialis, kita sudah punya Ahad, hari pertama, hari kesadaran tauhid, hari memulai hidup dari Yang Satu.

Selain tentang penjajahan, di akhir tulisan ini, saya berikan daftar peristiwa yang mengejutkan untuk kita renungkan, apakah itu suatu bentuk teguran, atau apa?

Happy Reading!

Image Source : historia.id

Pendalaman Gagasan:

1. Ahad: Hari Kesadaran Tauhid

  • Dalam bahasa Arab, Ahad berarti “satu” , dan dalam konteks Islam, ini identik dengan Ahadiyyah-nya Allah (Ke-Esa-an Allah).
  • Nama “Ahad” adalah hari pembuka, dimulainya pekan dengan kesadaran bahwa Allah itu Esa.
  • Di budaya Melayu dan Nusantara pra-kolonial, istilah ini dipakai luas, bahkan masuk ke sistem pendidikan dan tradisi masyarakat Muslim.

2. Minggu/Domingo: Makna Kristen yang Bertentangan

  • Domingo dalam bahasa Portugis berarti “Hari Tuhan”, yang secara spesifik merujuk pada kebangkitan Yesus, dan dalam doktrin trinitas, Yesus adalah bagian dari “tiga pribadi Tuhan”.
  • Ini jelas bertolak belakang dengan konsep tauhid.
  • Lalu nama itu diserap ke bahasa Indonesia sebagai “Minggu”, dan diterima begitu saja oleh mayoritas Muslim — tanpa sadar sedang mengadopsi istilah yang mengandung nilai teologis asing.

3. Kolonialisasi Makna: Penjajahan yang Tak Terlihat

  • Inilah bentuk penjajahan paling halus: ketika umat dijauhkan dari identitasnya sendiri, bahkan lewat nama hari.
  • Bukan hanya tanah yang dijajah, tapi juga kesadaran waktu, bahasa, dan cara memaknai hidup.
  • Dengan mengganti “Ahad” menjadi “Minggu”, secara pelan masyarakat Muslim diarahkan untuk hidup dalam sistem penanggalan dan cara berpikir Eropa.

4. Refleksi Spiritual

  • Mungkin inilah saatnya kita bertanya: “Mengapa kita merasa asing menyebut ‘Ahad’, padahal itu bagian dari bahasa iman kita?”
  • Apakah kita masih sadar bahwa kita telah kehilangan makna-makna kecil yang sejatinya besar — seperti nama hari yang seharusnya mengingatkan kita pada tauhid, bukan trinitas?

Berikut daftar 10 peristiwa yang mengejutkan di Indonesia yang terjadi pada hari Ahad, lengkap dengan tanggal, waktu kejadian, data dampak, dan kutipan media.

Narasi Reflektif.

  • Kesadaran waktu: Banyak bencana raksasa terjadi persis pada hari Ahad, bagaimana jika ini bukan kebetulan, tapi suatu peringatan waktu?
  • Spirit ‘Ahad’ sebagai pengingat makna tauhid dapat dipadukan dengan refleksi bahwa ujian alam sering tiba di hari yang seolah sakral.

Ahad bukan sekadar nama hari. Ia adalah pengingat akan Yang Satu. Yang tidak beranak dan tidak diperanakkan.

Maka jika “Minggu” adalah warisan dari sebuah sistem yang ingin menukar kesadaran tauhid dengan doktrin lain,

bukankah menyebut “Ahad” kembali adalah bentuk kecil dari perlawanan kita yang paling sunyi?

Surah Maryam : 88 – 92

وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمٰنُ وَلَدًا ۗ
88. Mereka berkata, “(Allah) Yang Maha Pengasih telah mengangkat anak.”

لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْـًٔا اِدًّا ۙ
89. Sungguh, kamu benar-benar telah membawa sesuatu yang sangat mungkar.

تَكَادُ السَّمٰوٰتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْاَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا ۙ
90. Karena ucapan itu, hampir saja langit pecah, bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh berkeping-keping.

اَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمٰنِ وَلَدًا ۚ
91. (Hal itu terjadi) karena mereka menganggap (Allah) Yang Maha Pengasih mempunyai anak.

وَمَا يَنْۢبَغِيْ لِلرَّحْمٰنِ اَنْ يَّتَّخِذَ وَلَدًا ۗ
92. Tidak sepantasnya (Allah) Yang Maha Pengasih mengangkat anak.

Recent Posts

Angka Malaikat, Logika Mistik & Psikologi Biasa Aja

Angka Malaikat, Logika Mistik & Psikologi Biasa Aja

Beberapa tahun belakangan ini, kira-kira sejak pandemi dimulai, saya mulai menyadari satu hal kecil yang terus berulang dalam hidup saya: yaitu angka ganda. Angka-angka digital seperti 11:11, 01:01, atau 15:15 entah mengapa, saya sering sekali melihat pola-pola ini....

Bersujud Bersama Semesta: Orbit, Tuhan & Kode Kosmik

Bersujud Bersama Semesta: Orbit, Tuhan & Kode Kosmik

Gara-gara nongkrong bersama teman band lama yang sudah gak ketemu sekitar 7-9 tahun yang lalu, yang alhamdulillah semua temen nongkrong ini sudah pada menemukan & menempuh perjalanan spiritualnya masing-masing. Dan tibalah pertanyaan yang dilontarkan kepada saya,...

The Way of Life itu Sederhana!

The Way of Life itu Sederhana!

Belajar Agama: Kenapa Justru Jadi Kaku? Belakangan ini saya sering nemuin fenomena yang cukup mengganggu di sekitar saya — banyak orang yang lagi giat belajar agama, tapi kok justru makin kaku, makin mudah menghakimi, dan terasa makin jauh dari rasa bijak. Saya lihat...

Share Your

Comments

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *