Pernah gak? atau ada gak? ada sebuah aksi atau tindakan atau kegiatan, atau apapun yang katanya “TULUS” itu tanpa ada “KEPENTINGAN”? Hahahahaha, jawabannya “ada”! Tapi gak banyak manusia yang mampu menjaga kemurnian TULUS itu.
Sebut saja, “kasih ibu, sepanjang jalan”, seorang ibu yang tulus? yakin gak punya kepentingan untuk membuat anak-anaknya menjadi apa yang dia inginkan?, ya, ada yang tulus ada yang tidak. Balutan kasih itu nyata, tapi kadang keinginan itu jadi bikin pudar ketulusan.
Atau seorang anak yang ngerawat seorang ibu? atau ayahnya? Tulus? atau kewajiban? atau hanya sebatas tugas dari gugurnya hirarki antara bapak sebagai “The Elders” dan seorang anak yang kalah tua?
Kami mencoba untuk mejelajahi makna tulus tanpa sekutu, satu-satunya skenario sukses adalah BUMI! Kalimat paling sejuk itu “IBU”, UMMI, MOMMY, BUNDA, lalu, bapak, nenek, guru, sifu, bla,bla,bla, ya itu sebabnya dalam bahasa manapun, bumi adalah representasi dari seorang IBU.
Mother Earth, atau Ibu Pertiwi. Bumi adalah simulasi tulus tanpa kepentingan, melahirkan apa yang harusnya terlahir, memudarkan apa yang memang harusnya pudar, bertahan dalam memperbaiki diri dari segala kerusakan, bahkan tetap memberi dalam keadaan paling hancur sekalipun.
Diskusi panjang kami seperti gak pernah ketemu ujungnya, tentang kasih seorang anak-anak kepada ibunya, karena kami paham kalau bahasa bumi tidak dipahami oleh kebanyakan manusia, maka TULUS ini tidak pernah bisa murni.
Padahal skenario Bumi sudah jadi contoh yang lebih dari cukup, dimana lagi anak-anak manusia yang tulus hari ini? duniawi dan gemerlap materi seperti industri-industri yang berdiri kokoh menghadang IBU PERTIWI, sombong dan angkuh tapi IBU masih memberi.
Harusnya 100% tanpa ada campuran atau leburan zat-zat yang lainnya. Seperti seorang prajurit yang dapat tugas dari komandan untuk terjun di garis depan pertempuran. Sumpahnya membela tanah air melahirkan ketulusan dengan nyawanya sebagai modal pencapainya untuk tidak mati di medan tempur. Tapi lagi-lagi kami juga gak pernah tahu?
Karena kami gak pernah tahu, kalau tulus itu sebenernya ada atau enggak? hahahaha,…
Apa iya? kami saling mencintai tanpa saling mendapatkan benefit? seperti hukum saling memberi atau berbalas, atau mendapatkan ganjaran yang setimpal?
Jadi ingat bait kalimat puisi ini :
“Seandainya surga dan neraka tak ada
Apakah engkau tidak akan menyembah-Nya?
Aku menyembah Allah
Lantaran mengharap ridha-Nya
Nikmat dan anugerah yang diberikan-Nya
Sudah cukup menggerakkan hatiku
Untuk menyembah-Mu”
(By : Rabi’ah Al Adwiyah)
Tidak melibatkan keinginan atas, atau, keuntungan, sebab akibat yang baik atau buruk dari sebuah tindakan yang dilakukan. Pencapaian ini 100% mendapatkan kemurnian dari Tulus tanpa sekutu.
Jadi kami dapat kesimpulan, yang mungkin juga bisa berbeda dari yang lain, bahwa TULUS itu memang rentan untuk tidak 100%, kecuali fokusnya mampu dijaga.
Tidak terkontaminasi oleh keinginan pribadi, diuntungkan, atau hitungan-hitungan taktis, matematis, politis, dan lainnya.
0 Comments