Di patahkan perjuangannya depan matanya, ditinggalkannya dalam penggapaian cita, menuju relung masa depan yang menanti dari pikirannya yang tak kunjung terbentuk.
Secarik waktu menempuh impian tak kunjung terwujud, tak lelah kaki berjalan dalam harapan, bersama harapan yang tak pernah sedikitpun menampakkan wajahnya.
Dipeluknya harap demi harap, dibekalnya ada setumpuk kemenangan, di kampung yang ditinggalkannya dan tak lagi menghijau, di hempaskannya butir-butir nestapa di tanah juang!
Dalamnya hatinya tak pernah terjelajahi oleh jiwa yang tak pernah tau? terluka, nestapa atau seterang purnama di langit malam?. Seterik itu pertanyaan menjumpainya?
Jadi apa yang dicarinya tak kunjung berhenti dalam sebuah perjalanan yang mencengangkan, berkali-kali sang kerabat menampar singgahnya dan tak pernah menjadi pelajaran!
Lantangnya ego yang tak pernah terbalut rasa rindu akan eksistensi diri yang telanjang dengan keterbukaan rasa hingga imajinasi yang kelu? Hilang? Kemana?
Jadi bodoh atau tersesat yang tak pernah berjabat tangan, diliputinya kalimat-kalimat “benar” yang tak pernah lagi memandang sisi lain. Terus begitu, berulang & terulang.

Baik benar atau salah yang menjadi gagasan dalam sebuah perjalanannya tak pernah dijadikan rangkuman untuk jadi petunjuk arah saat tersesat.
Sekarang…
Sang induk tak lagi bertahan, mendengarnya terluka diperjalanan!, “PULANG” adalah sebuah kalimat yang tak bisa ternilai oleh air di padang pasir sekalipun!
Sekarang…
Sang Induk telah berkata, dan memanggil! “PULANG”, mungkin tak lagi hijau dipandang mata! tapi Sang Induk ciptakan “RUANG” untuk tempat “PULANG”, Sang Induk tak pernah lelah!
Sekarang…
Tak lagi ada bahasa rindu di dalam peluh, jatuh, atau keluh yang mengaduh di kejauhan terseret oleh perjalanan yang tak tau lagi harus berhenti kemana? dimana? atau pergi bersama Sang Induk?, atau pulang meraih Merengkuh Sang Induk!
0 Comments