Select Page

Manusia itu Suka Konsumsi yang Negative

}
07 - 25 - 24
Pagi itu, suasana di sebuah kafe kekinian di pinggir kota tampak hangat dan nyaman. Rusli duduk di salah satu sudut ruangan, menatap secangkir latte yang…

Pagi itu, suasana di sebuah kafe kekinian di pinggir kota tampak hangat dan nyaman. Rusli duduk di salah satu sudut ruangan, menatap secangkir latte yang mengepul di hadapannya. Pikirannya sedang berkecamuk dengan pertanyaan yang terus menghantuinya belakangan ini. Mengapa, pikirnya, manusia lebih mudah menerima sesuatu yang buruk atau negatif?

Ia sering menyaksikan di lingkungan sekitarnya, bagaimana orang-orang dengan mudahnya terjebak dalam perbincangan tentang keburukan orang lain. Bahkan dirinya pun, tanpa disadari, kadang turut serta dalam percakapan yang tidak membawa manfaat itu. Perbincangan tentang masa depan atau ide-ide baru sering kali tenggelam di bawah bayang-bayang gosip dan kritik.

Rusli menarik napas dalam-dalam dan mengangkat pandangannya ke jendela kafe, melihat ke arah jalanan yang mulai ramai oleh orang-orang yang hendak memulai hari. “Kenapa ya, kita lebih tertarik membicarakan keburukan orang lain daripada membahas ide atau masa depan?” gumamnya, seakan-akan bertanya pada dirinya sendiri.

Tak jauh dari tempat Rusli duduk, seorang pria paruh baya yang mengenakan kemeja kasual dengan jaket kulit sederhana sedang mengamati buku kecilnya. Namanya Ustad Mikel, seorang ustad yang sering datang ke kafe itu untuk bertemu dengan jamaah muda atau sekadar menikmati kopi sambil membaca. Ia memperhatikan Rusli yang tampak termenung dan memutuskan untuk menghampirinya.

“Pagi, Rusli. Ada yang mengganggu pikiranmu?” tanya Ustad Mikel dengan senyum ramah.

Rusli tersentak dari lamunannya. Ia memandang Ustad Mikel, lalu menghela napas. “Entahlah, Ustad. Saya hanya merasa bingung. Kenapa ya, kita manusia lebih mudah menerima hal-hal negatif? Seperti gosip, misalnya. Rasanya, itu semua terlalu mudah masuk ke pikiran kita.”

Ustad Mikel menarik kursi dan duduk di hadapan Rusli. Ia menyesap cappuccino yang baru saja dipesannya, lalu memulai percakapan dengan tenang. “Pertanyaan yang bagus, Rusli. Apa kau pernah mendengar tentang negativity bias?”

Rusli menggelengkan kepala. “Belum pernah, Ustad. Apa itu?”

Ustad Mikel tersenyum, seolah mengingatkan dirinya akan sebuah pelajaran lama. “Negativity bias adalah kecenderungan kita, sebagai manusia, untuk lebih fokus dan mengingat hal-hal negatif dibandingkan yang positif. Ini adalah bagian dari sifat alami kita, yang mungkin berasal dari masa-masa awal manusia. Pada zaman dulu, lebih penting bagi manusia untuk memperhatikan bahaya dan ancaman agar bisa bertahan hidup. Itulah sebabnya, informasi negatif sering kali lebih menonjol dalam pikiran kita.”

Rusli mengangguk, mulai memahami penjelasan itu. “Jadi, kita cenderung lebih tertarik pada hal negatif karena itu bagian dari cara kita bertahan hidup?”

“Bisa dibilang begitu,” jawab Ustad Mikel. “Tapi ingat, Rusli, itu bukan berarti kita harus terus-menerus terjebak dalam hal-hal negatif. Dalam Islam, misalnya, kita diajarkan untuk menjaga lisan kita dan menjauhi ghibah, yaitu menggunjing atau membicarakan keburukan orang lain. Bahkan, Rasulullah SAW pernah mengilustrasikan ghibah seperti memakan bangkai saudaranya sendiri. Itu menunjukkan betapa buruk dan menjijikkannya tindakan tersebut.”

Rusli terdiam, mencerna kata-kata Ustad Mikel. Ia ingat betul bagaimana seringnya ia terlibat dalam perbincangan yang berisi kritikan dan gosip, tanpa memikirkan dampaknya. “Tapi, Ustad, kadang-kadang susah sekali untuk tidak terlibat. Rasanya gosip itu seperti bagian dari pergaulan sehari-hari.”

Ustad Mikel mengangguk. “Itu benar, Rusli. Lingkungan kita memang bisa mempengaruhi kita untuk terlibat dalam hal-hal negatif. Tapi kita punya pilihan. Kita bisa memilih untuk tidak terlibat dan mencari cara untuk mengalihkan pembicaraan ke hal-hal yang lebih positif. Misalnya, kita bisa mencoba lebih banyak bersyukur, mendoakan orang lain, dan berbicara tentang hal-hal yang membangun.”

Rusli menatap Ustad Mikel dengan rasa kagum. “Jadi, kita bisa mengubah kebiasaan ini, Ustad?”

“Tentu saja, Rusli,” jawab Ustad Mikel sambil tersenyum. “Mulailah dengan hal-hal kecil. Setiap kali kau merasa tergoda untuk membicarakan keburukan orang lain, cobalah untuk mendoakan mereka. Pikirkan kebaikan yang bisa kau lakukan, daripada terfokus pada kekurangan orang lain. Ini memang tidak mudah, tapi dengan niat yang kuat dan usaha yang konsisten, kau pasti bisa melakukannya.”

Rusli merasa hatinya lebih ringan setelah mendengar nasihat itu. Ia sadar bahwa perubahan harus dimulai dari dirinya sendiri. Mengubah cara berpikir dan berbicara memang butuh waktu, tapi ia yakin, dengan bantuan dan bimbingan seperti yang diberikan Ustad Mikel, ia bisa menjadi pribadi yang lebih baik.

Hari itu, Rusli pulang dari kafe dengan pikiran yang lebih jernih. Ia tahu perjalanan untuk meninggalkan kebiasaan negatif tidak akan mudah, tapi ia siap untuk memulai. Dan di setiap langkahnya, ia akan mengingat nasihat Ustad Mikel: bahwa setiap pilihan yang diambil akan membentuk karakter dan masa depannya.

Dalam benaknya, ia berjanji pada diri sendiri untuk tidak lagi membiarkan bayang-bayang negatif menguasai pikirannya. Sebaliknya, ia akan berusaha untuk melihat cahaya dalam setiap situasi, mencari sisi positif dan bersyukur atas kebaikan yang ada di sekelilingnya. Dan dengan itu, ia berharap dapat menjadi teladan bagi orang lain, seperti Ustad Mikel yang telah menjadi teladan baginya.

Recent Posts

Screen Tantrum!

Screen Tantrum!

Sekitar pukul 24.00 WIB, listrik di rumah padam, seperti biasa, kalau saya kehilangan frekuensi-frekuensi bunyi-bunyian di sekitar saya pasti bikin kebangun dari tidur. Bunyi-bunyian seperti suara sayup-sayup dengung compresor AC, atau suara kecil dari televisi, atau...

Mengkeluh-Kesah Ahhh Sudahlah!

Mengkeluh-Kesah Ahhh Sudahlah!

Yang perlahan saya khawatirkan adalah mereka-mereka yang selalu berpura-pura untuk mendapatkan tujuan akhir yang biasanya mengerikan, tapi saat khawatir itu saya tetap optimis kalau analisa akhirnya harusnya salah. Jika menyatakan lelah, ya sudah lelah saja, jika...

Matematika Bunda

Matematika Bunda

Nyobain ngitung kasih ibu sepanjang jalan, kasih bapak Rp. 1 Milyar, ini itungan gak detail ya, mode ngasal se-inget2nya ajah, jadi hayuuu kita baca di akhir saja. Testpack alat uji kehamilan : Rp. 50,000,- Nutrisi ibu hamil : Rp. 50,000,-/9bln = Rp. 13,050,000,-...

Share Your

Comments

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *